RSS

Kamis, 09 Juli 2009

WAKTU



Dan jika engkau bertanya, bagaimanakah tentang Waktu?….
Kau ingin mengukur waktu yang tanpa ukuran dan tak terukur.

Engkau akan menyesuaikan tingkah lakumu dan bahkan mengarahkan perjalanan jiwamu menurut jam dan musim.
Suatu ketika kau ingin membuat sebatang sungai, diatas bantarannya kau akan duduk dan menyaksikan alirannya.

Namun keabadian di dalam dirimu adalah kesadaran akan kehidupan nan abadi,
Dan mengetahui bahwa kemarin hanyalah kenangan hari ini dan esok hari adalah harapan.


Dan bahwa yang bernyanyi dan merenung dari dalam jiwa, senantiasa menghuni ruang semesta yang menaburkan bintang di angkasa.

Setiap di antara kalian yang tidak merasa bahwa daya mencintainya tiada batasnya?
Dan siapa pula yang tidak merasa bahwa cinta sejati, walau tiada batas, tercakup di dalam inti dirinya, dan tiada bergerak dari pikiran cinta ke pikiran cinta, pun bukan dari tindakan kasih ke tindakan kasih yang lain?

Dan bukanlah sang waktu sebagaimana cinta, tiada terbagi dan tiada kenal ruang?Tapi jika di dalam pikiranmu haru mengukur waktu ke dalam musim, biarkanlah tiap musim merangkum semua musim yang lain,Dan biarkanlah hari ini memeluk masa silam dengan kenangan dan masa depan dengan kerinduan.



Minggu, 05 Juli 2009


bapakku.jpg

Sehubungan dengan rencana acara syukuran dalam rangka renovasi Gereja Katholik di Pandaan Pasuruan pada 15 April 2008 mendatang, berikut adalah uraian singkat dari isi naskah pidato yang akan disampaikan KH. Sholeh Bahruddin (yang akrab dipanggil Yai Sholeh), Pengasuh Pondok Pesantren Ngalah Pasuruan.

Agama merupakan nilai yang diajarkan kepada manusia sebagai pemimipin dimuka bumi agar tercipta kehidupan yang damai dan sejuk yang tercermin pada kehidupan yang saling manghargai dan menghormati yang didasari dengan penuh kasih sayang.

Nilai-nilai ajaran Islam yang begitu tinggi tersebut terus di kembangkan dari generasi ke generasi, hal ini ditunjukkan dalam sikap teposeliro pada tokoh dunia yang dicerminkan oleh Sayyidina Umar Bin Khattab ra.terhadap Uskup Sophronius dihadapan kaum Nasrani dan muslim di baitul maqdis, kota Yerussalem. Pertemuan kedua tokoh besar tersebut menghasilkan nota kesepakatan untuk mewujudkan masyarakat damai, yang dikenal dengan perjanjian Aelia (istilah lain Yerussalem) yang berbunyi Continue reading Tasyakuran: Kiai Sholeh Dakwah di Mimbar Gereja…






Anjing pun diperlakukan baik
Siapa pun (orang Islam) tidak suka bila melihat anjing berada di sekitarnya. Bahkan orang akan mengusirnya dengan cara kasar. Melemparinya dengan batu, memukuli dan hal-hal lain yang menjurus pada perlakuan kasar.

Perbuatan ini bertolak belakang dengan kiai Hamid. Di samping beliau menebar cinta ke semua orang, beliau juga menebar cinta kepada binatang. Termasuk anjing yang oleh orang awam tadi dipandang dengan kebencian karena najis mughallazhahnya. Berkali-kali anjing datang, duduk-duduk diteras rumah beliau atau bermain ditempat wudlu pondok. Oleh beliau, binatang itu dibiarkan, malah tak boleh diusir.
Suatu kali ada seekor anjing masuk ke dalam pesantren. Karuan saja para santri segera mengepungnya, memukulinya dan menjerat lehernya. Keesokan harinya, dalam pengajian ahad, Kiai Hamid marah besar. “Anjing itu juga mahkluk Allah, tidak boleh diperlakukan semena-mena,” katanya dengan penuh tekanan.
Sumber: H. Misbah (Miskat), Pasuruan

Pencuri datang, dihormati sebagai tamu
Kiai Hamid adalah sosok yang halus pembawaannya. Suaranya pelan, sangat lirih, nyaris berbisik. Pelan ketika mengajar, pelan ketika membaca kitab, pelan ketika salat, pelan ketika berzikir, pelan juga ketika bercakap-cakap. Baik bercakap dengan tamu, dengan santri, maupun dengan keluarganya sendiri. “sejak dulu, Kiai Hamid kalau membaca Qur’an sendiri tak pernah terdengar suaranya,” kata KH. Zaki Ubaid, yang sejak kecil sudah mendampingi Kiai Hamid, “hanya kalau tadarus terdengar suaranya.”

Gus Zaki Ubaid bercerita, jemuran di pekerangan belakang rumah beliau sering raib. Setelah berhari-hari melakukan pengintaian bersama sejumlah santri, akhirnya sang pencuri tertangkap basah. Maka digelandanglah sang pencuri itu ke halaman depan, untuk menjadikan bancakan, pesta bogem mentah. Tapi sial, begitu keluar dari pintu lorong, mereka kepergok Kiai Hamid. “O, ada tamu ya. Silakan, silakan“ kata beliau. Maling dibilang tamu. Urusan pun berpindah tangan, sementara ”pesta besar” batal dilaksanakan. Gus Zaki Ubaid dkk. Tak bisa berbuat apa-apa.
Akan halnya Kiai Hamid, beliau memperlakukan si pencuri seperti layaknya tamu. Disuguhi minuman , diberi makan, diajak bercengkrama. Ketika pulang, diantar hingga ke halaman, sambil berpesan agar mampir lagi kalau ada waktu.1

Sumber: KH. Zaki Ubaid (al Marhum), Pasuruan
Sepuluh Ribu Untuk Kyai Hamid
Kota Pasuruan merupakan salah satu kota di Jawa Timur yang menyimpan banyak nilai religi dan kental dengan aroma keislamannya. Berbagai kegiatan islami di kota yang terkenal dengan sebutan “ kota santri” ini sangat beragam dan tak terhitung jumlahnya. Namun dibalik itu, siapa sangka kota yang banyak para kekasih Allah tersebut, menyimpan segudang cerita unik yang cukup menggelitik hati yang justru muncul dari para tokoh agama di kota itu.

Alkisah di kota Pasuruan dahulu hidup seorang kyai yang terkenal dengan kewaliannya dan memilki kharismatik tinggi di mata masyarakat Pasuruan. Ya, siapa lagi kalau bukan KH. Abdul Hamid atau yang lebih akrabnya biasa dipanggil romo kyai Hamid . Pada suatu hari ada seorang pengusaha bernama Sukir yang hendak sowan kepada kyai Hamid yang terkenal dengan sikap tawadlu’ dan lemah lembutnya itu. Sukir-pun akhirnya mendatangi temannya terlebih dahulu sambl bertanya, ”biasanya kalu sowan kepada kyai Hamid perlu memberi “salam templek” apa tidak ?”
Temannya pun menjawab:
“kadang ya, kadang juga tidak.” Jawabnya singkat.
Merasa belum puas, sang pengusaha tadi kembali bertanya:
“kalau memberi salam templek, kira-kira berapa ya ?” tanyanya dengan nada penasaran.
“ah...... saya tidak tahu, karena saya sendiri tidak pernah memberi salam templek. Malahan kyai Hamid sendiri yang sering memberi tamunya.” Jelasnya cukup panjang lebar.
Mendengar keterangan dari temannya tersebut, akhirnya Sukir memutuskan untuk memberi salam templek, karena ia tahu biasanya kalu sowan kepada kyai-kyai manapun, kebanyakan memberi salam templek, meskipun jumlahnya nggak terlalu besar. Sesaat kemudian ia pun bingung karena berapa jumlah uang yang pantas untuk diberikan kepada kyai Hamid. Tanpa panjang lebar ia pun merogoh sakunya dan mengambil uang sebesar sepuluh ribu, lalu dimasukkan ke dalam amplop dan ditutupnya rapat-rapat. Dalam benaknya ia berfikir, kalau nanti banyak orang yang sowan sementara yang diberikannya itu kurang “kan tidak tahu kalu itu dari saya.”
Selang beberapa saat, Sukir pun berangkat menemui sang kyai di Ponpes Salafiyah Pasuruan. Setibanya di sana ia langsung bertemu dengan kyai Hamid, dan Sukir pun bersalaman sambil menyelipkan amplop yang dibawanya ke tangan kyai Hamid.
“sepuluh ribu juga boleh,” kata kyai Hamid dengan nada datar.
Pengusaha itupun spontan merasa heran yang dibarengi dengan keluarnya keringat dingin dari sekujur tubuhnya, ia merasa malu karena merasa tertebak isi amplop yang diberikannya kepada kyai Hamid. (Jar)

Melarang Memakai Cincin Pun Dengan Halus
Dalam pemahaman kiai Hamid, kegiatan ajar-mengajar adalah kegiatan dakwah, bukan sekedar transfer ilmu dari guru ke murid. Dengan demikian, mengajar adalah suatu kegiatan untuk mengubah perilaku dari yang menyalahi syariat, menjadi sesuai dengan syariat.

Dalam dakwahnya, beliau kalau mengingatkan atau menasehati orang caranya harus sekali. Beliau lebih mengutamakan harmoni, diusahakan hal itu tidak akan menimbulkan kejutan.
Seperti ketika ada tamu pria dari Kalimantan yang memakai cincin emas. Beliau tak suka melihat hal ini karena pria dilarang (haram) memakai aksesori dari emas. Tapi beliau tak langsung mengingatkan, hanya mengamati dengan seksama.
"Cincinnya bagus, saya ambil boleh?" Tanya beliau.
"Oh ya, silahkan," jawab si pemakai sambil melepaskan cincinya, dan menyerahkannya kepada beliau.
"Sekarang cincin ini saya titipkan sampeyan untuk diberikan kepada istri sampeyan," kata beliau sambil mengembalikan cincin tersebut. "Masukkan ke sapu sampeyan," ujar beliau lagi. Orang tersebut menurut.
Tapi ketika keluar dari rumah beliau, cincin itu dipakainya lagi. Ketika bersua lagi di musholla, beliau melihat cincin tesebut melingkar manis di jari orang tersebut. "Lho, kok dipakai lagi?" kata beliau. "Lepas saja, masukkan ke saku, kasihkan pada istri sampeyan." Sebuah dakwah yang halus, dan tidak merugikan. Coba kalau cincin itu langsung dibuang atau disita.

Menjadi Bapak Dari Masyarakat
Sebagai seorang pengasuh pondok, beliau bukan hanya menjadi bapak dari santri-santrinya. Tetapi beliau juga menjadi bapak dari masyarakat. Seorang bapak yang merasa punya tanggung jawab untuk melayani mereka di kala mereka sedih ataupun ditimpa masalah.

Kholil yang berusia hampir 70 tahun warga kebonsari, adalah pemilik warung kaki lima yang menyediakan minuman dan makanan kecil. Warung ini bka tiap malam hari, sehabis isya' sam'pai subuh, di pinggir jalan dekat langgar arghob (jalan jawa). Setiap malam, sambil membangunkan orang pada pukul 3 dini hari, beliau selalu menyempatkan diri untuk mampir di warung tersebut. Bukan untuk makan minum, melainkan bercengkrama dengan pemiliknya. Terkadang beliau juga memberi saran-saran untuk perbaikan. Misalnya, beliau menyarankan kholil untuk agar mengganti tiang warungnya yang terbuat dari bamboo. "Ini diganti besi saja biar tak mudah roboh," kata beliau sambil memegang tiang tersebut. Kholil menuruti nasehat tersebut.
Betapa besar perhatian beliau pada individu. Besar pula perhaian beliau pada masyarakat. Cerita berikut ini memperlihatkan orientsi beliau kepada umat. Pada 1975 ta'mir Masjid Jami' Al-Anwar sepakat bahwa menara lama harus dirobohkan karena kondisinya mengkhawatirkan. Maka diputuskan menara itu akan dibongkar dan diganti yang baru. Mengenai yang baru, rapat ta'mir sepakat lokasinya agak ke barat, artinya menempel ke bangunan induk. Tapi ada satu peserta rapat yang tidak sutuju yaitu gus Zaki saya ngotot agar ditaruh dekat jalan raya ujar gus zaki maksudnya bagaimana kira-kira orang lewat itu yang dilihat pertama kali bukan tugu di alun-alun depan masjid tapi menara pokoknya bagaimana menara itu bisa menonjol usul ini akhirnya disetujui peserta rapat hasil rapat seperti biasa dilaporkan pada kyai hamid beliau nerkata begini ki penduduk itu jumlahnya tambah lama tambah banyak kalau orang bertambah banyak ya butuh rumah yang besar ya butuh jalan yang lebar lha kalau sekarang (menara) ditaruh di sana kalau kelak jalan dilebarkan bagaimana?" mendengar jawaban itu kontan gus zaki merasa malu sekali betapa tidak saya yang biasa lewat di jalan raya kok tidak pernah berpikir tentang kebutuhan masyarakat akan jalan kiai Hamid yang tidak pernah lewat jalan raya (kalau ke masjid beliau lewat gang pen.) kok bisa mikir sampai ke sana," kata gus zaki. (Abd)

Mana kulit pisangnya?
Salah satu bukti kekasyafan (ilmu waskita; weruh sakdurunge winarah) Kiai Hamid adalah satu cerita dari Bapak H. Misykat.

Suatu hari Misykat diberi pisang oleh kiai Hamid. "ini makan , kulitnya kasihkan kambing," katanya. Padahal tak ada kambing, ta kulitnya dia buang.
Setelah Asar, dia dipanggil.
"Mana kulit pisangnya?" tanyanya.
"Saya buang, Yai."
"Lho, dusuruh kasihkan kambing, dibuang."
Ternyata tak lama kemudian ada orang mengantar kambing.
(Sumber: H. Misykat Kebonsari Pasuruan)

Mengajari Umat Untuk Membiasakan Sholat
Keheningan dan kedamaian di komplek Pondok Pesantren Salafiyah hari itu masih terasa dan begitu menyentuh hati para santri yang ada di dalamnya. Tak terkecuali santri yang beranama Zuhdi asal Kota Pasuruan. Zuhdi yang saat itu masih berstatus santri dan menjadi khodam dari KH. Abdul Hamid, pada satu kesempatan didatangi tamu dari Banyuwangi, kota yang terletak di ujung timur propinsi Jawa-Timur.
Tamu tersebut jauh-jauh datang ke Pasuruan hanya ingin bersilaturrahmi atau sowan kepada KH. Abdul Hamid yang berada di Pon-Pes Salafiyah. Sebelumnya Zuhdi tidak menyangka bakal kedatangan tamu, namun dengan kekaromahan yang dimilki romo Kyai Hamid (sapaan akrab yang digunakan orang Pasuruan untuk memanggil beliau), Zuhdi ditimbali (dipanggil) sang kyai di pintu gerbang timur pondok sebelum tamu tersebut datang. Perlahan zuhdi melangkahkan kaki untuk menghampiri panggilan gurunya, tanpa ngomong panjang lebar, KH. Hamid berkata kepada Zuhdi: “Di…..,maringene onok tamu soko Banyuwangi, tolong yo! omongno Aku ndak gelem nyalami (Di….., sebentar lagi ada tamu dari Banyuwangi, tolong ya! Katakan saya tidak mau menyalami). Setelah itu, kyai meninggalkan Zuhdi, dapat tiga langkah dari tempat Zuhdi, kyai bergumang: “lha wong omae pinggir menara masjid, tapi ndak tau gelem jama’ah neng masjid” ( rumahnya di pinggir menara masjid, tapi kok tidak pernah berjama’ah di masjid). Tanpa komentar si Zuhdi hanya mengatakan “iya” dengan isyarat menganggukkan kepala. Setelah itu Kyai Hamid masuk ke dalam dan Zuhdi pun meninggalkan tempat tersebut. Dalam benaknya, Zuhdi berkata. “Siapa ya, kira-kira tamu yang dimaksud Kyai tadi, Ah … sebentar lagi aku pasti tahu siapa tamu yang dimaksud”.
Semilirnya angin ketika itu terus berlalu-lalang dan senantiasa menyapa tubuh Zuhdi dengan kedamaian. Selang beberapa saat, ternyata apa yang dikatakan kyai sungguhan. Zuhdi kedatangan seseorang. Dalam ingatan Zuhdi. “Ah… mungkin ini tamu yang dimaksud Romo Kyai (KH. Abdul Hamid).” Setelah itu tamu tersebut langsung mendatangi Zuhdi dan menanyakan apakah KH. Abdul Hamid ada dan bisakah ia menemuinya? dengan ramah Zuhdi menjawabnya: maaf mas! KH. Abdul Hamid memang ada, namun beliau tidak bisa menemui dan bersalaman dengan anda Dengan langkah gontai si tamu-pun pergi tanpa menanyakan mengapa KH. Abdul Hamid tidak bisa menemuinya? Zuhdi pun ingat pesan gurunya, supaya mengantar tamu sampai ke gang menuju jalan raya. Nah di tengah-tengah perjalanan inilah si Zuhdi mencoba menghibur si tamu atas rasa kekecewaannya karena tidak bisa bertemu KH. Abdul Hamid. Dengan sikap sok akrap, Zuhdi menanyakan di mana rumah tamu tersebut? Tamu itupun menjawab: saya dari kota Banyuwangi mas! Spontan si Zuhdi heran, karena asal kota pria tersebut sesuai dengan apa yang di katakan Kyai kepadanya. Sembari demikian si Zuhdi-pun kembali menanyakan apakah rumah sampean dekat menara masjid? Orang tersebut kembali menjawab: iya mas !, lalu Zuhdi bertanya kembali, apakah sampean sering jama’ah di sana? Tamu itu menjawab: rumah saya memang berdekatan dengan masjid, tapi saya tidak pernah jama’ah di sana. Kembali si Zuhdi menimpali pernyataan dari tamu tersebut dengan mengatakan: “lha … ! itu sebabnya mas, mengapa kyai tidak kerso dan tidak mau menemui sampean !!.” dengan perasan malu dan menyesal, tamu tadi undur diri kepada Zuhdi untuk pulang.
Selang beberapa hari, lelaki yang berasal dari Banyuwangi tersebut kembali lagi dengan menata niatnya berangkat ke kota santri yakni Pasuruan untuk menemui KH. Abdul Hamid. Ia optimis kedatangnnya kali ini pasti akan di terima oleh kyai yang di masa kecilnya bernama Abdul Mu’thi. Ia mempunyai keyakinan seperti itu karena dia berfikir kedatangannya dahulu ke Pon-Pes Salafiyah untuk silaturrahmi ke KH. Abdul Hamid ditolak/tidak ditemui lantaran ia tidak pernah shalat di rumah Allah (Masjid) didekat rumahnya, alias tidak pernah jama’ah di sana. Maka dari itu, Kyai enggan untuk menemuinya, dari peristiwa itulah, seseorang tersebut sadar atau insyaf akan tindakannya yang kurang pantas dan kini ia pun telah membalik atau merubah keadaan drinya dengan rajin berjama’ah di masjid. Nah… dengan perubahan seperti itulah KH. Abdul Hamid pasti mau menerimanya dan alhamdulillah, ternyata omongan dan firasatnya mujarab, ia datang ke KH. Abdul Hamid dan ternyata beliau pun mau menemuinya sebagai tamu.
Sumber: Ustadz Khodlori- Pasuruan)

Disembuhkan Dengan Cara yang Aneh
Suatu ketika Gus Zaki (KH. Zaki Ubaid) diserang sakit maag yang parah. Serasa tidaka kuat, dia sampai menggelepar-gelepar. Semua anggota keluarga pada datang, mendoakan. Kiai Aqib, Nyai Nafisah Hamid, Nyai Maryam Ahmad Sahal. Semua sudah membesuk, kecuali Kiai Hamid. Dr. Han pun sudah dipanggil. Karena sakitnya masih tak ketulungan, Gus Zaki menyuruh orang untuk memanggil Dr. Han lagi. "Buat apa? Suntik sudah, obat sudah, sekarang sabar saja," kata dr. Han. Dia tak mau datang. Lalu Gus Zaki minta Kiai Hamid di-aturi datang, diundang. Ternyata beliau tak ada di rumah.
Sekitar pukul 23.30, Maimunah, istrinya yang setia menunggui, pergi ke dapur untuk menjerang air. Sebab, air yang di botol sudah dingin. (Oh ya, untuk mengurangi rasa sakit, botol yang berisi air hangat ditempelkan di perut.)
Ketika ditinggal sendirian itulah, Gus Zaki dikejutkan oleh kehadiran Kiai Hamid yang begitu tiba-tiba di dalam kamar. Entah dari mana masuknya. Setelah mengubah posisi kursi dan bantal, beliau memperlihatkan telapak tangannya, Gus Zaki melihat di telapak tangannya itu seperti ada kabel-kabel. "Ini biar saya ganti saja, ya, sudah lapuk," katanya. Entah apa maksudnya. Lantas telapak tangan kanan itu ditempelkan di perut si pasien. Tiba-tiba dia merasakan perutnya enakan, hingga hilang rasa sakitnya. Dia disuruh duduk, eh, tak apa-apa. Padahal sebelumnya, jangankan duduk, bergerak sedikitpun sudah sakit.
"Keburu ada orang. Ini biarkan saja, Ki, nanti nyambung sendiri," kata beliau sambil menunjuk ke perut Gus Zaki, sebelum bergegas pergi. Setelah ditinggal pergi, barulah Gus Zaki merasakan kejanggalan. Dari mana masuknya? pikir dia. Apa betul itu Kyai Hamid? "Kalau betul Kyai Hamid, kok nggak ngasih uang?". Sebab, biasanya Kyai Hamid tidak pernah absent memberi uang.
Sejurus kemudian, Neng Muna masuk kamar. Dia kaget melihat suaminya sudah duduk. "Sampean ini bagaimana, kok duduk?!" tegurnya. Dia lebih sewot lagi melihat posisi kursi dan bantal yang sudah tak karuan. Kalau jatuh bagaimana? Pikirnya. "ini siapa yang mindah?" tanyanya. Gus Zaki yang masih terlongong-longong tak menggubris kata-kata istrinya. "Coba kamu lihat pintu depan dan belakang." Katanya dengan penuh tanda Tanya. Neng Muna menurut. "Semua terkunci! Memangnya ada apa?" tanyanya begitu kembali. "Barusan ada Kyai Hamid" jawab Gus Zaki sembari menceritakan semua yang dialaminya.
Esoknya, habis shalat subuh Kyai Hamid datang "Bagaimana keadaanmu?" Tanya beliau. "Alhamdulillah, sudah baik. Ya tadi malam ….". Sampai di situ kata-katanya dipotong "sudah-sudah" kata beliau sembari meletakkan telunjuk tangannya di mulut. Beliau kemudian memberi Gus Zaki uang Rp 500.- lantas pergi lagi.
(Sumber: KH. Zaki Ubaid)

Dibenak Ingin diberi Makan, Kiai Hamid pun Menyediakan
Kiai Hamid adalah orang yang kasyaf (ilmu Waskita; weruh sak durunge winarah). Salah satunya adalah cerita Sa'id Amdad dari Pasuruan yang dulunya tidak percaya pada wali. Dia orang rasional. Mendengar kewalian Kiai Hamid yang tersohor di mana-mana, dia jadi penasaran. Suatu kali ia mengetes. "Saya ingin diberi makan Kiai Hamid". Coba, dia tahu apa tidak," katanya dalam hati, ketika plang dari Surabya. Setiba dari Surabaya, dia langsung ke pondok Salafiyah.
Waktu itu pas mau jam'ah shalat Isya'. Usai shalat Isya', dia tak langsung keluar, membaac wirid dulu. Sekitar pukul setengah sembilan, jamaah sudah pulang semua. Lampu teras Kiai Hamidpu sudah dipadamkan. Dia melangkahkan kaki keluar. Dia melihat ada yang melambai dari rumah Kiai Hamid. Diapun menghampirinya. Ternyata yang melambai adalah tuan rumah alias Kiai Hamid. "makan di sini ya," kata beliau.
Di ruang tengah, hidangan sudah ditata. "maaf ya, lauknya seadanya saja. Sampeyan tidak bilang dulu sih," kata kia Hamid dengan ramahnya. Said merasa disindir. Sejak itu dia percaya, kiai Hamid itu wali.
(Sumber: Ali At-Tamimi Gentong Pasuruan)









KH Maksum Jauhari Cerita tentang seorang kiai bukan saja jago mengaji ayat Alquran tetapi juga sakti bak pendekar silat, sungguh, bukanlah isapan jempol atau semata kisah sinetron dan film. Bukti itu bisa dilihat saat kelompok musik Kantata Takwa Samsara menggelar konsernya di Parkir Timur, Senayan, Senin malam, 6 Juli 1998.

Primadona grup musik yang dimotori pengusaha Setiawan Djody ini adalah Iwan Fals, yang kerap melantunkan syair lagu yang penuh muatan kritik sosial. Buktinya, massa penonton yang beringas itu kemudian merangsek ke atas panggung dan menyeret-nyeret -- sebetulnya berebut menyalami dan memeluk -- Iwan, sehingga bekas pengamen jalanan itu pun kerepotan karena ternyata dia pun tak mampu meredam keberingasan massa itu. Apalagi massa lainnya kemudian juga melempar berbagai benda yang ada di sekitar mereka: botol plastik, kaleng minuman, dan lain-lain.

Di saat yang gawat itulah muncul KH Maksum Jauhari, kiai Nahdatul Ulama dari Kediri, Jawa Timur, yang sehari sebelumnya mengikuti istigotsah kubro bersama para nahdliyin di tempat yang sama. Dengan sekali sentakan tangannya, berbagai benda tadi jatuh ke tanah sebelum sempat menyentuh Iwan dan kawan-kawannya di panggung: Setiawan Djody, Sawung Jabo, Yockie Suryoprayogo, penyair Rendra, dan lain-lain. Bukan hanya itu, massa yang kain brutal itu pun terjengkang ke tanah bak dihempas sabetan topan. Dan, sungguh, semuanya bukanlah adegan film yang penuh trik macam yang diperankan Jet Li dalam berbagai sekuel Once Upon Time in China itu.

Sesungguhnya, kiai nyentrik -- karena suka berpakaian "semau gue" ini tidak berencana mengeluarkan aji-aji kesaktiannya. "Aku tahu, risikonya berat," kilah pengasuh pondok pesantren di Lirboyo, Kediri, ini dalam dialek Jawa Timur yang kental.

Hanya karena dia ngenes melihat Iwan yang ditarik-tarik massa hingga tidak berdaya itu, maka dengan terpaksa dia keluarkan ilmu tenaga dalamnya: tanpa menyentuh, orang-orang pun terjungkal. "Mana aku tega mendiamkan orang-orang mengusik Iwan di depan mataku sendiri. Padahal aku tahu pasti, Iwan berusaha menenangkan penggemarnya. Eh, mereka malah nekat, nggak peduli dan terus memaksa Iwan," kisahnya.

Sejak awal kerusuhan sebisa mungkin Gus Maksum mencoba menenangkan massa. Dibujuknya massa agar ikut melafalkan shalawat. Karena bujukannya tidak digubris, dan massa terus merangsek, Pak Kiai berteriak lantang, "Silakan maju, kalau berani! Aku juga wong Arek yang bisa memecahkan kepala kalian!"

Ucapan itu -- mungkin tak terdengar -- dianggap angin lewat. Massa tambah beringas dan terkesan balik menantang. Maka, ya… begitu itulah, tenaga dalamlah yang lantas bicara.

Menurut Pak Kiai yang berambut gondrong ini, sebetulnya dia pantang mengeluarkan ilmunya. Katanya, itu sama saja dengan melanggar kesepakatannya dengan gurunya. "Teapi karena waktunya terdesak, masa aku pasrah. Ya, itung-itung bela diri," ucapnya sambil tertawa dan mengelus-elus jenggotnya yang panjang. Dia mengaku, esoknya badannya menjadi pegal. "Mungkin aku juga kualat, karena seharusnya tak perlu mengeluarkan jurus jitu," sambungnya terkekeh.

Bukan sekarang ini saja dia mengeluarkan rapalannnya. Dua tahun sebelumnya, saat pesantrennya disatroni orang yang mencurigakan, orang yang menyatroni itu itu pun terpental karena sabetan tangan KH Maksum.

Eh, omong-omong, siapa sih guru Pak Kiai? Awalnya, dia menggeleng, sebelum kemudian berbisik perlahan, "Guruku Gusti Allah."

Gus Dur, Bung Tomo, Kartosuwiryo


Keterangan gambar : Jenderal Mayor TNI Abdul Kadir

OlehHimawan Soetanto

Saya agak terlambat membaca suratkabar harian Seputar Indonesia (Sindo) edisi 18 Juni 2007 yang memuat kolom Abdurrahman Wahid (Gus Dur) berjudul “Pelestarian Kenyataan Sejarah”. Saya mencari Sindo edisi itu setelah beberapa orang teman memberitahukan dan menanyakan apa komentar saya atas kolom yang isinya terdapat kenyataan sejarah yang keliru. Di sini saya tidak mengomentari pesan yang ingin disampaikan oleh “Guru Bangsa” dan mantan Presiden RI melalui kolomnya itu tentang perlakuan adil yang harus diberikan bagi semua warga negara dan kepada daerah daerah provinsi. Saya menjunjung harapan beliau untuk membangun sikap saling mempercayai satu sama lain dan mewariskannya bagi anak cucu kita. Saya mendukung pernyataan beliau bahwa “kearifan sejarah” adalah bagian dari pertumbuhan sebuah bangsa, dan kita perlu bicara dengan santai dan terbuka atas jalannya sejarah. Yang ingin saya komentari di sini adalah apa yang beliau percayai sebagai kenyataan sejarah bahwa Darul Islam dan Tentara Islam Indonesia (DI/TII) dibentuk oleh Panglima Besar Jenderal Sudirman dan Presiden Sukarno pada 1947. Gus Dur mengatakan bahwa pembentukan itu digerakkan oleh gairah untuk mempertahankan RI. “Kearifan sejarah” Gus Dur tentang DI/TII ini pernah pula ditulisnya di sebuah koran lain beberapa waktu yang lalu, dan sanggahan terhadapnya juga telah ditulis oleh seorang sejarawan. Bagi saya pribadi, isu ini juga bukan hal baru, karena ketika menjadi Panglima Siliwangi, saya harus meluruskan pernyataan Bung Tomo (tokoh perjuangan RI yang pernah menjadi salah satu anggota pucuk pimpinan TNI) yang meyakini bahwa “proklamasi negara Islam Indonesia Kartosuwiryo” itu bukan bersumber pada suatu ideologi, tetapi hanya karena adanya salah paham dan sengketa senjata antara sesama bangsa. Negara Islam itu, menurut Bung Tomo, hanya merupakan alat berkelahi semata-mata.Dalam Himbauan yang diterbitkan oleh Bung Tomo pada 7 September 1977, yang ditujukan ke Jenderal Panggabean dan Laksamana Sudomo, dan juga dipublikasikan di media massa itu, disebutkan bahwa kedatangan kembali pasukan Siliwangi ke Jawa Barat setelah Clash II merupakan intervensi terhadap mission SM Kartosuwiryo dalam menghadapi Belanda. Mission tersebut, menurut Bung Tomo, diterima SMK langsung dari Jenderal Sudirman untuk melindungi kaum republikein. Bung Tomo mengatakan konflik Siliwangi dan DI/TII itu disebabkan oleh salah paham dan kurangnya komunikasi intensif.Cita-cita NII Sejak SemulaTerhadap kolom Gus Dur di Sindo 18 Juni itu pertama yang harus dikoreksi adalah bahwa Persetujuan Renville (ditandatangani 17 Januari 1948) bukan dilakukan oleh Sutan Syahrir, melainkan oleh Perdana Menteri Amir Syarifuddin. Juga tentang Sekarmadji Maridjan Kartosuwiryo (selanjutnya disingkat SMK) sebagai asisten militer dari Pangsar Sudirman saya ragukan. Ayah saya adalah Mayjen TNI R Muhammad Mangoendiprodjo yang menjabat anggota kabinet Pangsar (1946–1948). Daripadanya saya tidak pernah dengar bahwa tokoh itu duduk di markas besar AP. SMK ketika itu dikenal sebagai anggota parlemen (Komite Nasional Indonesia Pusat) dan merangkap komisaris Masyumi Jawa Barat. Ia memang penentang keras perundingan Linggajati (25 Maret 1947) dan Renville. Selebihnya, tanggapan saya ini kira-kira akan sama seperti yang saya tujukan kepada Bung Tomo tertanggal 9 November 1977 tersebut. Kalau benar pembentukan DI/TII itu untuk mempertahankan RI seperti kata Gus Dur (atau melindungi kaum republikein seperti kata Bung Tomo), maka jelas SMK membangkang mission yang diembannya itu. Karena dalam kurun waktu antara Renville, Januari 1948 dan kegagalannya, Desember 1948 (Agresi Belanda ke-II), sampai pada KMB dan seterusnya, SMK konsisten dengan cita-cita negara Islamnya. Harap diingat, ketika 7 Agustus 1949 Negara Islam Indonesia (NII) diproklamasikan, sebenarnya pemerintah RI Yogya telah dipulihkan dan Soekarno-Hatta sudah kembali sebagai Presiden dan Wakil Presiden RI. Serangkaian konferensi, mulai di Cisayong (10 Februari 1948), Cipeundeuy (2 Maret 1948), Cijoho (1 Mei 1948), SMK yang dijadikan imam umat Islam Indonesia, sudah mengusahakan pembentukan NII, memerintah pengumpulan senjata, membatalkan semua perundingan dengan Belanda, membentuk TII yang berintikan laskar Hizbullah dan Sabilillah. Pada 27 Agustus 1948 diresmikan Kanun Azasi (UUD) yang didalamnya dinyatakan bahwa NII berbentuk “Jumhuriah”. Sehari setelah Belanda melancarkan agresinya yang kedua dan langsung menduduki Yogyakarta (19 Desember 1948), SMK mengumumkan “jihad fisabilillah” terhadap Belanda. Tapi bersamaan dengan itu juga menyatakan pasukan TNI/Siliwangi sebagai pasukan liar yang harus ditumpas.Berlanjut sampai Belasan TahunKonflik antara TNI dan DI/TII bukanlah soal salah paham atau kurang intensifnya komunikasi. Ketika Divisi Siliwangi kembali ke Jawa Barat, mereka menemui daerah Priangan sudah menjadi guerrilla invested area DI/TII. Sementara itu, Siliwangi harus membangun wilayah perlawanan (wehrkreise) TNI di tempat yang sama.
Sebagai sesama pejuang, Siliwangi berusaha menjalin kerja sama dengan DI/TII, perselisihan antarkeduanya ditunda sampai urusan dengan Belanda selesai. Kontak-kontak dilakukan oleh utusan divisi. Ada pula oleh utusan brigade atau batalyon.

Namun mendapat jawaban bahwa TNI di Jawa Barat harus di bawah komando TII. Mayor TNI Utarya, yang diutus divisi, dibunuh karena menolak mengakui kedaulatan DI/TII. Utusan lainnya, Lettu Aang Kunaefi, mendengar langsung jawaban SMK bahwa ia “tidak mengenal RI dan TNI, yang dikenal hanya Darul Islam dan tentara Belanda”.Setelah pengakuan kedaulatan dan permasalahan Indonesia dengan Belanda selesai, TNI memerangi DI/TII yang telah dinyatakan sebagai pemberontak operasi keamanan di Jawa Barat. Peperangan ini baru bisa diselesaikan setelah SKM menyerah pada 4 Juni 1962. Selama 13 tahun pemerintah RI dan TNI harus berhadapan dengan DI/TII yang ingin mendirikan NII sebagai pengganti NKRI. Kita ingin tidak terjadi lagi intra-state conflict di Indonesia. Kalau ada perbenturan ideologi atau kepentingan di antara kita, apakah itu antara pusat dan daerah, antargolongan, atau karena ketidakadilan pembagian sumber daya, jangan lagi sampai diselesaikan dengan kekerasan senjata. Siliwangi sejak semula tidak ingin perbenturan kepentingan di antara anak negeri diselesaikan dengan kekerasan. Pendekatan baik-baik dilakukan terhadap DI/TII, termasuk ketika melancarkan operasi militernya, yang mengasihi rakyat, tidak menyakiti musuh yang tertawan, dan menghormati keluarga pihak lawan.
Tapi bagaimana pun kita harus arif dan menyadari, bagaimana mungkin DI/TII dibentuk oleh Panglima Besar Sudirman dan Presiden Sukarno pada 1947 untuk mempertahankan RI dan melindungi kaum republikein. Faktanya, 1947 persetujuan Renville belum terjadi, berarti ketika itu Divisi Siliwangi masih di Jawa Barat. Faktanya, SMK sudah sejak semula ingin mendirikan NII, menggantikan NKRI. Penulis adalah purnawirawan Pati TNI, pernah memimpin kesatuan TNI memerangi DI/TII di Jawa Barat. Kini sedang menyelesaikan program pasca sarjana (S-3) sejarah di UI.

dosa

Terlepas dari adanya perbedaan tentang konsep dosa, ajaran Islam dan Kristen punya kesamaan bahwa dalam menjalani kehidupan ini, manusia tidak terlepas dari dosa. Kristen mengajarkan gara-gara kesalahan yang dilakukan nenek-moyang manusia Adam dan Hawa, maka seluruh umat manusia ‘terjebak’ dalam ‘kuasa dosa’ sehingga dosa adalah sesuatu yang melekat dalam diri manusia. Kristen juga mengajarkan, satu-satunya cara agar manusia terlepas dari dosa adalah melalui penebusan yang dilakukan Yesus Kristus yang rela mati ditiang salib. Bagi yang percaya (sebagian bilang beriman) maka dosanya sudah ditebus, sehingga mendapat keselamatan dan berkumpul dengan Tuhan di surga nanti.

Kurang-lebih sama dalam ajaran Islam, yang dinamakan ‘kuasa dosa’ tersebut diistilahkan ‘potensi berbuat dosa’. Allah menciptakan manusia dalam kondisi yang netral, tidak berdosa dan tidak juga berpahala, karena dosa dan pahala muncul dari ‘perbuatan yang disadari’. Seorang bayi belum dihitung telah berbuat dosa maupun berbuat kebaikan yang menghasilkan pahala, demikian juga seorang yang tidak waras (gila) perbuatan apapun yang dilakukannya tidak bisa dikatakan baik atau buruk karena ketidak-warasannya.

[4:28] Allah hendak memberikan keringanan kepadamu, dan manusia dijadikan bersifat lemah.

[7:179] Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk (isi neraka Jahannam) kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai.

[10:92] Maka pada hari ini Kami selamatkan badanmu supaya kamu dapat menjadi pelajaran bagi orang-orang yang datang sesudahmu dan sesungguhnya kebanyakan dari manusia lengah dari tanda-tanda kekuasaan Kami.

[11:118] Jikalau Tuhanmu menghendaki, tentu Dia menjadikan manusia umat yang satu, tetapi mereka senantiasa berselisih pendapat,


Banyak ayat-ayat dalam Al-Qur’an yang menceritakan tentang kelemahan manusia sehingga terjerumus dalam berbuat dosa. Lalu bagaimana caranya agar dosa-dosa manusia bisa dihapus..?? sehingga ketika saat tiba kelak, manusia bersih dari dosa dan bisa bertemu dengan Tuhan di surga..?? Umat Islam tidak ‘seberuntung’ rekannya yang Kristen, yang sudah punya ‘oknum pencuci dosa’, maka proses penghapusan dosa dalam ajaran Islam tergantung dari ‘mekanisme’ yang telah diciptakan Tuhan.

Segala perbuatan manusia, baik atau jahat/dosa, umumnya dibagi atas 2 hal sekalipun secara mutlak diantara keduanya tidak bisa dipisahkan, yaitu perbuatan terhadap Allah dan perbuatan terhadap sesama makhluk. Perbuatan baik terhadap Allah berupa ritual penyembahan yang sudah ditentukan Allah dan bukan dikarang-karang sendiri. Umat Islam menyembah Allah dengan cara yang dicontohkan oleh nabi Muhammad SAW seperti shalat, puasa, haji, dll. Dalam hal ini berlaku kaedah 'semua ritual penyembahan adalah haram dilakukan kecuali apa yang diperintahkan', jadi umat Islam sangat ketat dalam 'karang-mengarang' tata-cara ibadah dan tidak boleh mengada-ada. Selain itu ada juga perbuatan baik kepada sesama makhluk, itu juga banyak dicontohkan oleh Rasulullah dan dalam hal ini berlaku kaedah 'semua perbuatan terhadap sesama makhluk adalah baik kecuali apa yang dilarang', namun disini berlaku prinsip 'berhati-hati' dan lebih baik meninggalkan perbuatan yang kira ragu terhadapnya. Sebaliknya tidak melakukan apa yang diperintahkan (sehubungan dengan Allah) dan mengerjakan apa yang dilarang (sehubungan dengan sesama makhluk) dinamakan dengan dosa/maksiat/jahat/salah. Dalam menjalani kehidupan manusia selalu akan menjalani ini. Kadang kesadaran muncul, maka hasilnya adalah ketaatan, besok kembali lupa lalu mengakibatkan kesalahan dan dosa. Itu selalu terjadi pada siapapun.

Ada yang perlu kita perhatikan disini, bahwa dosa terhadap sesama manusia kemungkinan besar anda lakukan terhadap ORANG-ORANG DISEKITAR ANDA DAN ORANG-ORANG YANG TERDEKAT DENGAN ANDA. seperti orang-tua, istri/suami, anak, saudara, tetangga. Kecil kemungkinan anda pernah berbuat dosa kepada Mr. Black di Amerika yang tidak anda kenal, atau Yamamoto-san di Tokyo yang tidak pernah berhubungan dengan anda. maka berhati-hatilah, diakherat nanti kemungkinan besar justru orang-orang terdekat anda inilah yang bisa menyeret anda keneraka karena perbuatan zalim anda terhadap mereka. Anda akan dipertemukan dengan mereka dan semua akan bersaksi terhadap segala perbuatan anda. Apakah anda akan mengira orang-tua, anak, istri anda akan membantu anda disana nanti..?? :

[23:101] Apabila sangkakala ditiup maka tidaklah ada lagi pertalian nasab di antara mereka pada hari itu, dan tidak ada pula mereka saling bertanya.


Di akherat semua manusia mempertanggung-jawabkan dirinya sendiri..

Mekanisme penghapusan dosa dalam ajaran Islam bisa dirumuskan kepada hal berikut :

1. Meminta ampun dan melakukan taubat nasuha (taubat dengan berjanji untuk tidak mengulangi perbuatan dosa tersebut), namun sebagai manusia kadang kita kembali lupa lalu melakukan dosa lagi, maka kita diharuskan kembali meminta ampun. Kondisi seperti ini sudah dinyatakan Allah dalam Al-Qur'an :

[3:135] Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain dari pada Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui.

[7:153] Orang-orang yang mengerjakan kejahatan, kemudian bertaubat sesudah itu dan beriman; sesungguhnya Tuhan kamu sesudah taubat yang disertai dengan iman itu adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

[4:110] Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan dan menganiaya dirinya, kemudian ia mohon ampun kepada Allah, niscaya ia mendapati Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.


Lihatlah ayat tersebut, tidak dijelaskan BERAPA KALI DOSA YANG KITA LAKUKAN agar taubat kita diampuni Allah. Artinya bisa saja kita melakukan dosa berkali-kali, dan ketika kita minta ampun, Allah akan mengampuni kita berkali-kali juga. Namun disini ada peringatan, jangan sampai anda punya pikiran :”Nahh..gampang khan..?? tiap berbuat dosa kita langsung minta ampun, toh..Allah bakalan mengampuni kita…”. Karena ada ayat ini :

[6:70] Dan tinggalkan lah orang-orang yang menjadikan agama mereka sebagai main-main dan senda gurau, dan mereka telah ditipu oleh kehidupan dunia. Peringatkanlah (mereka) dengan Al-Quraan itu agar masing-masing diri tidak dijerumuskan ke dalam neraka, karena perbuatannya sendiri. Tidak akan ada baginya pelindung dan tidak pula pemberi syafa'at selain daripada Allah. Dan jika ia menebus dengan segala macam tebusanpun, niscaya tidak akan diterima itu daripadanya. Mereka itulah orang-orang yang dijerumuskan ke dalam neraka. Bagi mereka (disediakan) minuman dari air yang sedang mendidih dan azab yang pedih disebabkan kekafiran mereka dahulu.


Disamping juga tidak ada seorang manusiapun yang tahu pasti kapan nyawanya akan dicabut, maka kelakuan ‘menganggap enteng’ perbuatan dosa tersebut bisa mencelakakan diri sendiri.

2. Selain meminta ampun kepada Allah, kita juga diwajibkan meminta maaf kepada orang lain atas kesalahan kita terhadap mereka. Al-Qur'an mengajarkan bahwa memberi maaf atas kesalahan orang lain adalah suatu keutamaan :

[4:149] Jika kamu melahirkan sesuatu kebaikan atau menyembunyikan atau memaafkan sesuatu kesalahan (orang lain), maka sesungguhnya Allah Maha Pema'af lagi Maha Kuasa.

[5:13].. dan kamu (Muhammad) senantiasa akan melihat kekhianatan dari mereka kecuali sedikit diantara mereka (yang tidak berkhianat), maka maafkanlah mereka dan biarkan mereka, sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik.

[15:85] Dan tidaklah Kami ciptakan langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya, melainkan dengan benar. Dan sesungguhnya saat (kiamat) itu pasti akan datang, maka maafkanlah (mereka) dengan cara yang baik.

[42:37] Dan (bagi) orang-orang yang menjauhi dosa-dosa besar dan perbuatan-perbuatan keji, dan apabila mereka marah mereka memberi maaf.


Coba anda perhatikan bunyi ayat diatas, fokus ajaran soal 'maaf-memaaf' ini ternyata ada pada pihak yang MEMBERI maaf, bukan pada yang MEMINTA maaf, karena memang memberi maaf jauh lebih berat daripada meminta maaf sehingga petunjuk Allah ditujukan bagi pihak yang memberi maaf. Dalam hubungan antar manusia, tidak ada seorangpun yang tidak punya salah dan dosa kepada orang lain, maka perintah memaafkan sesuai ayat diatas berarti juga ‘dimaafkan’ oleh orang lain.

3. Dalam kondisi kita sudah meminta ampun kepada Allah, sudah berusaha untuk meminta maaf kepada sesama manusia, maka selanjutnya tindakan kita adalah memperbanyak amal saleh kita dan menjauhi perbuatan dosa, gunanya ketika sampai waktunya hari penghakiman, saat amal baik dan dosa kita ditimbang, kita ada dalam kondisi 'surplus' amal baik. Perbuatan baik tersebut seyogyanya terkait dengan kesalahan apa yang kita lakukan, seorang koruptor misalnya, selain meminta maaf kepada orang-orang yang dirugikannya, juga harus diikuti perbuatan baiknya untuk menyerahkan harta yang telah dikorupsinya dan jangan sampai punya pikiran :”Yang penting khan sudah minta maaf, harta yang terlanjur sudah saya ‘kumpulkan’ menjadi milik saya donk…”, berhati-hatilah karena bisa-bisa taubat dan permintaan maaf anda tidak ada artinya. Perbuatan baik akan menghapus dosa anda :

[11:114] Dan dirikanlah sembahyang itu pada kedua tepi siang (pagi dan petang) dan pada bahagian permulaan daripada malam. Sesungguhnya perbuatan-perbuatan yang baik itu menghapuskan (dosa) perbuatan-perbuatan yang buruk. Itulah peringatan bagi orang-orang yang ingat.


Yang harus diingat adalah perbuatan baik dan dosa jangan dilihat dari sisi kuantitasnya saja, kita mungkin punya pikiran :"Hari ini saya sudah berbuat baik 10 kali, dosa yang saya lakukan cuma 3 kali, Alhamdulilaaahh..masih 'surplus' dan masih aman bisa masuk surga..". Perbuatan baik dan dosa juga harus dilihat dari sisi kualitasnya, bisa saja 1 dosa menghapus perbuatan baik anda yang telah dilakukan bertahun-tahun. Mungkin anda punya pikiran, hanya dosa kecil ketika anda memaki orang lain, atau iseng membuang sebuah paku dijalanan, padahal makian anda bisa merusak hati orang seumur hidupnya, atau sebiji paku yang anda tempatkan dijalan bisa membunuh puluhan orang apabila dilindas sebuah bis yang sarat penumpang. Sebaliknya perbuatan baik yang anda anggap sepele justru bisa mengapus dosa anda yang dilakukan bertahun-tahun, dalam hadist Rasulullah diriwayatkan bagaimana seseorang yang memberi minum seekor anjing yang kehausan diganjar Allah dengan surga dan dihapus dosa-dosanya.

Maka setiap Muslim yang ingin menjalankan ajaran Islam dengan baik seharusnya berhati-hati setiap saat, tidak menganggap sepele setiap perbuatan..

4. Pertanyaan muncul : bagaimana kalau ketiga hal tersebut sudah dilakukan, namun ternyata kita masih 'tekor' di akherat..?? segala perbuatan baik kita tidak juga mampu mengapus dosa-dosa yang kita lakukan. Perlu diketahui bahwa segala perbuatan kita punya ‘harga yang pantas’ diakherat nanti, tidak ada dari perbuatan kita yang luput dari penilaian Allah :

[4:40] Sesungguhnya Allah tidak menganiaya seseorang walaupun sebesar zarrah, dan jika ada kebajikan sebesar zarrah, niscaya Allah akan melipat gandakannya dan memberikan dari sisi-Nya pahala yang besar.

[99:7] Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya. [99:8] Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan sebesar dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya pula.


Ketika pahala anda ternyata tidak cukup ‘mengkompensasikan’ dosa yang anda perbuat maka keadilan Tuhan akan menjebloskan anda ke neraka, tujuannya adalah untuk 'mencuci dosa', anda akan disiksa sesuai dosa-dosa yang anda lakukan. Bagi orang yang beriman (Kristen menyebutnya : percaya tapi tidak beriman) yang amal salehnya tidak sanggup menghapus dosanya, setelah mendapat hukuman yang setimpal baru kemudian dikeluarkan dari neraka untuk dimasukkan ke surga.

Hadis riwayat Abdullah bin Masud ra., ia berkata:
Rasulullah saw. bersabda: Sungguh, aku benar-benar tahu penghuni neraka yang keluar terakhir dari sana dan penghuni surga yang terakhir masuk ke dalamnya, yaitu seorang yang keluar dari neraka dengan merangkak. Lalu Allah berfirman: Pergilah, masuklah ke dalam surga. Dia pun mendatangi surga, tapi terkhayal padanya bahwa surga itu penuh. Maka ia kembali dan berkata: Ya Tuhanku, aku temukan surga telah penuh. Allah berfirman: Pergilah, masuklah ke dalam surga. Dia mendatangi surga, tapi terkhayal padanya bahwa surga itu penuh. Maka ia kembali dan berkata: Ya Tuhanku, aku temukan surga itu penuh. Allah berfirman: Pergilah, masuklah ke dalam surga, karena sesungguhnya menjadi milikmu semisal dunia dan sepuluh kali kelipatannya atau, sesungguhnya bagimu sepuluh kali lipat dunia. Orang itu berkata: Apakah Engkau mengejekku (atau menertawakanku), sedangkan Engkau adalah Raja? Abdullah bin Masud berkata: Aku benar-benar melihat Rasulullah saw. tertawa sampai kelihatan gigi geraham beliau. Dikatakan: Itu adalah penghuni surga yang paling rendah kedudukannya.

(dari Shahih Bukhari jilid IV)
1761. Dari Anas bin Malik r.a dari Nabi saw, beliau bersabda: "Keluar satu kaum dari neraka, sedang kulit mereka telah hitam karenanya. Mereka masuk ke dalam surga, sedang isi surga menamakan mereka "orang2 dari jahannam".
1762. Dari Abu Sa'id Al Khudri r.a bahwa Rasulullah saw bersabda:"Setelah isi surga masuk ke dalam surga dan isi neraka masuk ke dalam neraka, Tuhan berfirman:"Siapa yang ada keimanan dalam hatinya barang seberat biji sawi, hendaklah kamu keluarkan dari neraka." Lalu mereka dikeluarkan, sedang kulit merekan telah terbakar menjadi bara. Kemudian mereka dijatuhkan ke dalam sungai kehidupan, maka bertumbuhlah mereka sebagai tumbuhnya bibit di atas sampah banjir. Nabi saw berkata:"Bukankah sudah kami lihat, tumbuhnya kuning dan bengkok?"


Para ulama umumnya menggolongkan kondisi manusia di akherat kedalam 3 kelompok :

1. Orang-orang saleh yang seumur hidupnya selalu istiqamah (konsisiten) dalam menjalankan perbuatan baik berdasarkan keimanan kepada Allah, mereka akan diganjar surga. Dosa yang mereka lakukan tidak ada artinya dibandingkan keimanan dan amal saleh yang telah mereka perbuat.

2. Orang-orang kafir, musyrik yang menyangkal Allah dan mempersekutukan Allah dengan makhluk lain, disini juga termasuk Iblis yang sekalipun beriman (anda bilang percaya tapi tidak beriman) tapi justru memilih untuk berbuat hal yang melawan perintah Allah dan sengaja menyesatkan orang lain agar ikut melawan Allah, akan diganjar neraka selama-lamanya. Orang kafir sekalipun banyak berbuat baik selama hidup di dunia, diibaratkan : pegawai Telkom mau minta gaji ke PLN, atau pembantu di rumah tetangga mau minta upah kepada anda, sekalipun mereka bekerja dengan baik namun tentunya upah/gaji harus diberikan oleh majikan masing-masing. Celakanya di akherat nanti hanya Allah-lah satu-satunya majikan, yang selama ini dianggap majikan ternyata hanyalah makhluk Allah yang lemah juga dan tidak mampu memberi gaji.

3. Yang terbanyak adalah golongan 'semua ada' seperti saya ini, perbuatan baik ada, ibadah banyak, dosa juga banyak, maka keselamatan di akherat tergantung timbangan.

Khusus pada waktu penghakiman nati diakherat, Rasulullah menyampaikan hadist tentang adanya manusia yang ‘bangkrut’ di akherat kelak :

"Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu bahwa Rasulullah sallallahu 'alaihi wasallam bertanya : Tahukah kamu semua siapakah orang yang muflis itu ? Maka mereka ( para sahabat ) menjawab : orang yang muflis di antara kita adalah orang yang tidak mempunyai uang dan harta. Maka Rasulullah sallallahu 'alaihi wasallam menerangkan : orang yang muflis dari ummatku adalah orang yang datang pada hari kiamat dengan (pahala) solat, puasa dan zakatnya, namun dia datang dan (dahulu di dunianya) dia telah mencela akan si polan, menuduh (berzina) akan si polan, memakan harta si polan, menumpahkan darah si polan dan telah memukul orang lain ( dengan tiada hak ), maka diberikan pada si polan tersebut kebaikan orang yang membawa banyak pahala ini, dan si polan yang lain diberikan sedemikian juga, maka apabila kebaikannya sudah habis sebelum dia melunasi segala dosanya ( kepada orang lain ), maka kesalahan si polan yang dizalimi di dunia itu dibebankan kepadanya, kemudian dia dilemparkan ke api neraka. HR. Muslim.


Anda bisa lihat bahwa ketika seseorang masuk surga, tidak ada lagi dosa yang melekat pada dirinya, semuanya sudah dihapus dengan berbagai cara, dan hanya itulah jalan agar bisa bertemu dengan Allah. Lalu apakah akibatnya ‘mekanisme’ penebusan dosa tersebut bagi manusia..??

Konsep tersebut menghasilkan pengaruh positif dalam kehidupan di dunia :

1. Setiap Muslim menjadi berhati-hati dalam berbuat, selalu memperbanyak ibadah penyembahan kepada Allah, memperbanyak perbuatan baik dan menjaga diri dari dosa sekecil apapun karena akan berpengaruh terhadap keselamatan.
2. Setiap waktu meminta ampun kepada Allah (dalam Al-Qur'an ada panduan cara-cara meminta ampun dan kata-kata yang harus diucapkan) karena kodrat manusia, selalu tergelincir dalam kesalahan. Sekarang bertaubat dan beriman (sesuai istilah anda artinya percaya dan diikuti perbuatan baik) besok lupa lagi dan tergelincir lagi, dan kita tidak tahu kapan kita mati, sehingga mendorong Muslim setiap waktu meminta ampun kepada Allah.
3. Berhati-hati dalam berbuat terutama terhadap orang-orang yang ada disekeliling, orang-tua, istri/suami, anak, saudara, tetangga dan lingkungan karena kezaliman kita terhadap mereka akan sangat berpengaruh terhadap keselamatan kita.
4. Mempunyai sikap yang tegas terhadap kecenderungan penyakit masyarakat yang mengarah kepada kehancuran, prostitusi, homoseksual. dll dan bersikap tegas terhadap orang-orang yang MEMULAI menyerang ajaran Islam.
5. Berhati-hati dalam mengelola lingkungan karena berbuat kerusakan terhadap lingkungan merupakan dosa yang besar akibat menyengsarakan banyak orang, berhati-hati menjadi pemimpin, karena pemimpin yang zalim juga akan menyengsarakan banyak orang (anda bisa bayangkan ratusan juta orang yang disengsarakan nantinya akan balik menuntut, amal saleh yang anda kumpulkan di dunia bakal tidak ada artinya)

Semuanya karena penebusan dosa dalam ajaran Islam dilihat dari ‘proses’ bukan dari ‘hasil’. Tidak bisa dosa anda dicuci hanya karena anda mulai beriman atau percaya, lalu digembar-gemborkan ‘terlahir baru’. Ketika anda menclaim diri anda sudah beriman atau terlahir baru maka bukan otomatis anda terlepas dari ‘kuasa/potensi dosa’, karena potensi tersebut masih melekat selama anda masih menjalani kehidupan dan besok lusa ketika keimanan anda ‘turun’, anda bisa kembali berbuat dosa. Proses penebusan dosa dalam ajaran Islam terjadi setiap waktu, setiap hari, setiap detik kehidupan anda tergantung dari kesadaran anda yang dekat dengan Tuhan.

pembagian dosa & maksiat

الْمَعَاصِى (pembagian dosa dan maksiat)
Oleh : Ihsan Faisal BR, M.Ag

1. اَالذُنُوْبُ تَرْكُ مَأْمُوْرٍ وَفِعْلُ مَحْظُوْرٍ (meninggalkan perintah dan melakukan yang dilarang)
Banyak orang yang beranggapan bahwa dosa itu hanyalah melakukan hal-hal yang dilarang (diharamkan), mereka lupa bahwa maksiat yang pertama kali terjadi bukanlah karena melakukan hal yang diharamkan tetapi meninggalkan sesuatu yang mesti dikerjakan, seperti maksiatnya iblis ketika Allah SWT memerintahkan supaya sujud kepada Nabi Adam As tetapi iblis menolak.
             
"Dan (Ingatlah) ketika kami berfirman kepada para malaikat: "Sujudlah[36] kamu kepada Adam," Maka sujudlah mereka kecuali Iblis; ia enggan dan takabur dan adalah ia termasuk golongan orang-orang yang kafir." (Al-Baqarah : 34)

Maksiat yang kedua adalah melakukan hal yang dilarang (diharamkan), yaitu dosanya Nabi Adam As.
     •                                                
"Dan kami berfirman: "Hai Adam, diamilah oleh kamu dan isterimu surga ini, dan makanlah makanan-makanannya yang banyak lagi baik dimana saja yang kamu sukai, dan janganlah kamu dekati pohon ini, yang menyebabkan kamu termasuk orang-orang yang zalim. Lalu keduanya digelincirkan oleh syaitan dari surga itu dan dikeluarkan dari keadaan semula dan kami berfirman: "Turunlah kamu! sebagian kamu menjadi musuh bagi yang lain, dan bagi kamu ada tempat kediaman di bumi, dan kesenangan hidup sampai waktu yang ditentukan." Kemudian Adam menerima beberapa kalimat dari Tuhannya, Maka Allah menerima taubatnya. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang." (Al-Baqarah : 35-37)

Wajib bagi setiap muslim yang menginginkan dirinya selamat dari dosa untuk mengetahui semua perintah Allah SWT dan larangannya dengan bersungguh-sungguh mendalami Al-Qur'an dan Al-Sunnah.

2. اَلذُنُوْبُ الْجَوَارِحِ وَالذُنُوْبُ الْقُلُوْبِ (dosa-dosa anggota badan dan dosa-dosa hati)
Yang dimaksud dengan dosa anggota badan adalah dosa-dosa yang dilakukan oleh mata, telinga, lidah, tangam, kaki, faraj (kehormatan), perut, dan yang lainnya.
Yang dimaksud dengan dosa hati adalah dosa yang dilakukan oleh hati, seperti sombong, ujub, riya, hasud, benci, dan lain-lain. Al-Ghazali menamakannya dengan Al-Muhlikaat (hal-hal yang membinasakan).
Dosa-dosa hati lebih berbahaya dari pada dosanya anggota badan karena :
1. Hati adalah hakikat manusia, Rasul Saw bersabda : "Ketahuilah dalam jasad itu ada segumpal daging, apabila baik maka baiklah seluruh jasad dan apabila rusak maka rusaklah seluruh jasad itu. Ketahuilah segumpal daging itu adalah hati." (muttafaq 'alaih)
Rasul Saw : "Sesungguhnya Allah SWT tidak akan melihat jasad dan rupa kamu, tetapi ia akan melihat kepada hati dan amal kamu." (HR. Muslim)
Al-Qur'an menjelaskan bahwa yang dapat menyelamatkan manusia di akhirat adalah orang yang memiliki qalbun saliim (hati yang selamat). Lihat QS.Al-Syu'araa : 87-89.
                  
"Dan janganlah Engkau hinakan Aku pada hari mereka dibangkitkan, (yaitu) di hari harta dan anak-anak laki-laki tidak berguna, Kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih"

Ibnu Qayyim menjelaskan maksud qalbun salim : "yaitu yang selamat dari lima hal: selamat dari syirik yang merusak tauhid, selamat dari bid'ah yang menafikan sunnah, selamat dari syahwat yang menafikan perintah, selamat dari ghaflah (lalai) yang menafikan dzikir, selamat dari hawa nafsu yang menafian keikhlasan."
2. Dosa-dosa hati adalah yang mendorong kepada maksiat-maksiat yang dhahir. Semua maksiat yang dhahir pendorongnya adalah mengikuti hawa nafsu, cinta dunia, hasad, sombong, hubbud dunya, dan sebagainya.
3. Ancaman yang berat bagi maksiat hati sebagaimana sabda Rasul Saw: "tidak akan masuk surga orang yang dalam hatinya terdapat kesombongan (meskipun hanya) seberat biji sawi." (HR. Muslim)

3. اَلذُنُوْبُ الْمَعَاصِى وَ الْبِدَعِ (dosa-dosa berupa maksiat dan bid'ah)
Maksiat adalah pembangkangan terhadap aturan Allah SWT
Ibadah dalam Islam berdiri dalam dua asas yang sangat penting yaitu :
a. Tidak boleh beribadah kecuali kepada Allah SWT
b. Tidak boleh Ibadah kepada Allah SWT kecuali dengan yang telah Dia syari'atkan.

4. اَلذُّنُوْبُ الْقَاصِرَةِ وَالذُّنُوْبُ الْمَنْعَدِيَةِ (dosa-dosa terbatas dan menular)
Manfaat dari amal shalih ada yang terbatas bagi orang yang mengerjakannya saja seperti shalat, shaum, haji. Ada juga yang manfaatnya 'menular' bagi yang lain seperti zakat, shadaqah, dan yang lainnya.
Demikian juga maksiat ada yang dosanya terbatas bagi pelakunya sendiri ada juga yang 'menular' bagi yang lain.
a. Dosa yang menembus ruang/tempat ( الممتدّة فى المكان )
Dosanya para pelaku penyebar kebohongan, para pemimpin, penguasa, pemerintah yang dlalim, pelaku maksiat, dan sebagainya.
b. Dosa yang menembus batas waktu ( الممتدّة فى الزمان )
Sebagian ulama salaf berkata: "Alangkah bahagianya orang yang mati dan dosa-dosanya ikut mati bersamanya. Alangkah celaka bagi orang yang mati tetapi dosa-dosanya terus menerus dikerjakan setelah kematian."
Orang yang memulai pekerjaan yang jelek dan diikuti oleh yang lain, ia akan mendapatkan dosanya dan dosa-dosa orang yang mengikutinya (setelah kematiannya) sampai hari kiamat.
Rasul Saw bersabda: "Barang siapa yang membuat sunnah (memulai suatu pekerjaan) yang jelek ia akan mendapatkan dosa dan dosa-dosa dari orang yang megikutinya tanpa dikurangi sedikitpun dari dosa-dosa mereka sampai hari kiamat." (HR.Muslim)
Rasul Saw. bersabda: "Tidak ada satu jiwa pun yang dibunuh kecuali anak Adam yang pertama mendapatkan bagian dosa, karena dialah yang memulai pembunuhan." (HR.Bukhari)

5. اَلذُّنُوْبُ الْمُتَعَلِّقَةُ بِحُقُوْقِ اللَّهِ وَالْمُتَعَلِّقَةُ بِحُقُوْقِ الْعِبَادِ (Dosa yang berkaitan dengan hak-hak Allah SWT dan dosa-dosa yang berkaitan dengan hak-hak manusia)
Maksud dari point ini adalah melanggar segala perintah Allah yang berupa kewajiban manusia dan hak-hak antar sesama manusia baik berupa materi, lingkungan, sumber daya alam, kehormatan diri, dan lain-lain.
6. صَغَائِرُ الذُّنُوْبِ وَكَبَائِرُهَا ( dosa kecil dan dosa besar)
Sebagian ulama mendefinisikan dosa besar : "setiap dosa yang memiliki hukuman tertentu di dunia, seperti zina, mabuk, mencuri, menuduh zina, atau terdapat ancaman dengan hukuman akhirat seperti memakan harta anak yatim, membunuh."

Beberapa kaidah yang berkaitan dengan dosa besar dan dosa kecil :
a. اَلصَّغِيْرُتَجُرُّ اِلَى الْكَبِيْرَةِ (dosa kecil bisa membawa kepada dosa besar)
b. اِجْتِنَابُ الْكَبَائِرِ يُكْفَرُ الصَّغَائِرِ (menjauhi dosa besar akan menghapus dosa kecil)
c. اَلصَّغِيْرَةُ قَدْ تَكَبَّرُ بِأَسْبَابٍ وَمُلاَبَسَاتٍ (dosa kecil akan menjadi besar dengan beberapa sebab dan situasi serta kondisi)

Ada beberapa sebab yang menjadikan dosa kecil menjadi dosa besar yaitu :
a. اَلْإِصْرَارُ وَالْمُوَاظَبَةِ (terus menerus dan membiasakan)
Ada ungkapan yang sangat terkenal dari para ulama: "tidak ada dosa kecil kalau terus menerus dilakukan, dan tidak ada dosa besar kalau ia istighfar."

b. اِسْتِصْغَارُ الْمَعْصِيَّةِ (menganggap remeh maksiat)
Rasul Saw bersabda: "Orang mukmin melihat dosanya bagaikan gunung yang ada di atasnya,ia sangat takut gunung itu akan menimpanya, sedangkan orang munafiq ia memandang dosanya bagaikan lalat yang hinggap di hidungnya yang mudah untuk diusirnya." (HR. Bukhari)

c. اَلتَّهَا
d. وُنُ بِسَتْرِ اللَّهِ عَلَيْهِ (terperdaya dengan perlindungan Allah SWT kepadanya)
Saat ia melakukan dosa dan orang lain tidak mengetahuinya ia merasa bahwa ia mendapatkan pertolongan dari Allah SWT.

d. إِظْهَارُ الْمَعْصِيَّةِ وَالتَّبَجُّحِ بِهَا (menampakkan maksiat dan berbangga hati dengannya)
Setelah ia berbuat maksiat ia menceritakan kepada orang lain dengan penuh kebanggaan, sehingga mendorong orang lain untuk melakukan perbuatan yang sama.

e. مَعْصِيَّةُ الْعَالِمِ وَالْقُدْوَةِ (maksiatnya orang yang berilmu dan orang yang menjadi panutan)